Menelusuri Misteri dan Keunikan Pasar Kramat di Magelang, Pasar Sakral yang Buka Setiap Jumat Pahing

Johan Subekti

0 Comment

Link

VoN, MAGELANG – Siapa yang tidak tertarik dengan pasar tradisional yang menyimpan banyak cerita dan keunikan? Salah satunya adalah Pasar Kramat Jumat Pahing yang memiliki daya tarik tersendiri.

Pasar ini hanya buka setiap 35 hari sekali, bertepatan dengan weton Jumat Pahing dalam penanggalan Jawa, dan terletak di Dusun Kramat, Desa Congkrang, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Meskipun hanya buka sebulan sekali, pasar ini tetap ramai dikunjungi oleh warga sekitar maupun luar desa yang penasaran dengan suasana dan tradisi yang ada.

Pasar Kramat bukan hanya sekadar tempat transaksi jual beli, tetapi juga menjadi ruang spiritual bagi banyak pengunjung yang datang untuk berdoa dan bernazar.

Banyak orang yang datang untuk melaksanakan nazar, terutama setelah merasakan berkah, seperti kesembuhan dari sakit.

Muh Kastoni, Kepala Desa Congkrang, menjelaskan pasar ini juga berfungsi sebagai tempat syukur bagi warga yang telah menerima berkah dalam hidup mereka.

“Saat anaknya sembuh dari sakit atau mendapatkan hal baik lainnya, banyak yang datang ke Pasar Kramat untuk mengungkapkan rasa syukur,” kata Kastoni dilansir JatengNOW, jejaring VoiceofNusantara.

Daya tarik spiritual Pasar Kramat semakin kental dengan adanya petilasan yang konon merupakan tempat singgah Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo.

Menurut cerita, Sunan Kalijaga pernah mengunjungi Dusun Kramat pada Jumat Pahing dan meninggalkan barang-barang, seperti rambut dan kuku yang kini menjadi bagian dari sejarah pasar ini.

Rumah yang diduga menjadi tempat singgah Sunan Kalijaga kini telah menjadi petilasan yang sering dikunjungi oleh warga untuk berdoa atau memohon berkah.

Sariyati, seorang pedagang yang sudah turun-temurun berjualan di pasar ini, mengatakan bahwa setiap pengunjung pasti meluangkan waktu untuk menikmati kuliner khas yang hanya bisa ditemukan di Pasar Kramat.

Makanan seperti ketupat, ketan kinco, tiwul, wajik, dan bubur opor menjadi favorit banyak orang yang datang. Sariyati yang sudah berjualan selama tiga generasi mengungkapkan meski pengunjungnya mulai berkurang, suasana pagi hari tetap ramai, terutama pada saat pasar buka.

“Setiap Jumat Pahing saya jualan di sini. Biasanya pagi-pagi sudah ramai, meski sekarang pengunjungnya mulai berkurang,” ujar Sariyati.

Dila Eka, seorang pengunjung dari Desa Banyubiru, Dukun, mengungkapkan bahwa dia datang ke Pasar Kramat untuk melaksanakan nazarnya. Dila pernah berdoa agar segera dipertemukan dengan jodoh, dan kini dia datang ke pasar untuk bersyukur karena telah menemukan calon suami.

“Alhamdulillah saya sudah menemukan calon suami. Saya datang ke sini untuk minta doa agar semuanya berjalan lancar,” tuturnya.

Meski tidak seramai dulu, Pasar Kramat tetap menyajikan pesona khasnya, penuh dengan tradisi yang tetap hidup, dan berbagai makanan yang menggugah selera.

Pasar ini buka dari pukul 05.00 WIB hingga 10.00 WIB, dengan puncak keramaian pada pukul 06.00 WIB sampai 07.30 WIB.

Pasar Kramat memang lebih dari sekadar pasar. Di balik jajanan jadul dan keramaian, ada nilai spiritual yang terus dihidupkan oleh masyarakat sekitar.

Tradisi yang dijaga turun-temurun menjadikan pasar ini sebuah tempat yang unik dan penuh makna bagi mereka yang datang, baik untuk berbelanja, berdoa, maupun hanya sekadar menikmati suasana.

Pasar Kramat bukan hanya sebuah pasar, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang terus berkembang dan memberikan makna spiritual bagi setiap pengunjungnya.(*)

Share:

Related Post

Leave a Comment