Ngunduh Mantu: Tradisi Pernikahan yang Memperkuat Ikatan Keluarga dalam Budaya Jawa

Mikhael Adhirajasa

0 Comment

Link

Voiceofnusantara.com, SOLO – Dalam tradisi pernikahan Jawa, salah satu prosesi yang masih hidup hingga kini adalah Ngunduh Mantu.

Meskipun tidak bersifat wajib, banyak keluarga Jawa yang tetap melaksanakan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan pelestarian budaya. Ngunduh Mantu bukan sekadar perayaan, tetapi juga simbol penyatuan dua keluarga besar yang lebih mendalam.

Apa itu Ngunduh Mantu?

Secara etimologi, “Ngunduh” berasal dari kata “ndhut” yang berarti memanen, sementara “mantu” berarti menantu. Dalam tradisi ini, ngunduh mantu melambangkan tindakan keluarga mempelai pria yang “memanen” atau menerima mempelai wanita sebagai anggota baru dalam keluarga mereka.

Hal ini menggambarkan pernikahan bukan hanya tentang penyatuan dua individu, tetapi juga tentang mempererat hubungan antar keluarga besar.

Tradisi ini sudah ada sejak zaman kerajaan Jawa, di mana pernikahan memiliki arti lebih luas, termasuk sebagai alat memperkuat hubungan sosial, politik, dan ekonomi antar keluarga atau bahkan kerajaan.

Pada masa itu, Ngunduh Mantu dilaksanakan dengan penuh kemegahan, melibatkan berbagai upacara adat yang rumit, serta dihadiri keluarga besar dan pejabat kerajaan.

Proses Ngunduh Mantu

Biasanya, Ngunduh Mantu dilakukan beberapa hari setelah prosesi akad nikah dan resepsi utama, yang lebih sering diadakan oleh keluarga mempelai wanita. Biasanya, prosesi ini diadakan sekitar lima hari setelah resepsi utama.

  1. Kedatangan Mempelai Wanita: Prosesi dimulai dengan kedatangan mempelai wanita ke rumah keluarga mempelai pria. Ia datang bersama orang tua dan kerabat dekatnya. Kedatangan ini memiliki makna simbolis bahwa mempelai wanita secara resmi bergabung dengan keluarga baru.
  2. Sungkem: Setelah tiba di rumah mempelai pria, kedua mempelai melakukan sungkem kepada orang tua mempelai pria. Ritual ini adalah ungkapan rasa hormat dan terima kasih kepada orang tua, serta doa untuk kehidupan pernikahan yang penuh berkah dan kebahagiaan.
  3. Duduk di Pelaminan: Setelah sungkem, pasangan pengantin duduk bersama di pelaminan sebagai tanda resmi bahwa mempelai wanita diterima sebagai bagian dari keluarga besar suaminya. Orang tua mempelai wanita juga diberikan tempat di sisi pelaminan sebagai tanda penghormatan.
  4. Resepsi dan Syukuran: Acara berlanjut dengan resepsi atau jamuan makan bersama keluarga besar dan tamu undangan. Resepsi ini bervariasi, mulai dari acara yang sederhana hingga yang besar dan meriah, bergantung pada kemampuan dan tradisi masing-masing keluarga.

Makna dan Filosofi Ngunduh Mantu

Ngunduh Mantu tidak sekadar ritual semata, tetapi mengandung makna yang dalam. Dalam filosofi Jawa, pernikahan bukan hanya tentang individu, melainkan juga tentang penyatuan dua keluarga yang memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga dan membina rumah tangga yang harmonis.

Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya penghormatan kepada orang tua dan leluhur sebagai fondasi dalam membangun kehidupan berkeluarga.

Melalui Ngunduh Mantu, keluarga besar mempelai pria menunjukkan penerimaan terhadap mempelai wanita, sekaligus memperkuat hubungan antar keluarga. Ini juga menjadi momen untuk saling berbagi kebahagiaan dan bersyukur atas prosesi pernikahan yang telah berjalan dengan lancar.

Di tengah modernisasi yang semakin berkembang, tradisi Ngunduh Mantu tetap bertahan dan terus dilaksanakan di banyak keluarga Jawa.

Meski kini sering disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi keluarga, esensi dari tradisi ini tetap sama—sebuah penghormatan terhadap keluarga besar, menjaga hubungan kekeluargaan, serta memastikan pernikahan tidak hanya menjadi milik dua individu, tetapi juga milik dua keluarga besar yang saling terhubung.

Dengan terus dilaksanakannya Ngunduh Mantu, tradisi ini menjadi simbol kuat dari kekuatan budaya Jawa yang mengedepankan nilai-nilai kekeluargaan, penghormatan, dan rasa syukur dalam kehidupan berkeluarga.(*)

Share:

Related Post

Leave a Comment