VoN, JAKARTA — Data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang solid dapat memicu Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), untuk menahan diri dalam memangkas suku bunga, yang pada gilirannya akan mendorong penguatan dolar AS dan melemahkan nilai tukar rupiah.
Pada Senin (13/1/2025), menjelaskan bahwa peluang pelemahan rupiah terbuka menuju level Rp16.250, dengan potensi support di kisaran Rp16.150.
Data Non Farm Payrolls (NFP) untuk bulan Desember 2024 tercatat mencapai 256 ribu, lebih tinggi dibandingkan dengan angka sebelumnya, yang hanya 212 ribu. Selain itu, tingkat pengangguran AS juga mengalami penurunan, menjadi 4,1 persen, dibandingkan dengan 4,2 persen pada bulan sebelumnya.
Dua data ekonomi AS tersebut turut mendongkrak indeks dolar AS yang mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir, yakni 109,96 pada Jumat (10/1/2025) dan 109,65 pada Senin ini.
Pengeluaran konsumsi pribadi yang mencapai 68,24 persen, di atas rata-rata historis sebesar 64,32 persen, menunjukkan bahwa konsumsi di AS masih kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Meskipun tidak ada rilis data ekonomi Indonesia yang signifikan pada pekan ini, Ariston memperingatkan bahwa pelambatan ekonomi China bisa turut memberi tekanan pada rupiah, mengingat hubungan dagang yang besar antara kedua negara. Rilis data neraca perdagangan Indonesia pada hari ini dan data Produk Domestik Bruto (PDB) China kuartal IV pada Jumat (17/1) menjadi perhatian pasar.
Pada pagi hari Senin (13/1), nilai tukar rupiah yang diperdagangkan antarbank di Jakarta melemah 60 poin atau 0,37 persen menjadi Rp16.250 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.190 per dolar AS. (*)
Leave a Comment