VoN, JAKARTA – Tidak hanya PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang mengalami kebangkrutan pada tahun 2024, namun beberapa perusahan besar di Amerika Serikat (AS) juga merasakan dampak ekonomi global mahaberat.
Sepanjang tahun 2024, tercatat 12 perusahaan ternama di Amerika Serikat terpaksa mengajukan kebangkrutan. Faktor utama yang mendorong keputusan ini adalah inflasi yang terus meningkat, perubahan tren konsumen, dan berbagai tekanan ekonomi lainnya.
Kebangkrutan yang terjadi tidak hanya berimbas pada perusahaan-perusahaan itu sendiri, tetapi juga menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 14 ribu karyawan.
Sektor ritel menjadi salah satu yang paling terdampak, dengan lebih dari 7.100 toko ditutup hingga akhir November 2024.
Meskipun kebangkrutan sering kali dipandang sebagai tanda kerugian yang besar, beberapa perusahaan menggunakan proses ini untuk restrukturisasi utang dan bertahan dengan menyesuaikan operasional mereka.
Proses kebangkrutan Bab 11 memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mengurangi biaya operasional, menutup sebagian lokasi, dan mencari peluang baru di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan.
Berikut adalah 12 perusahaan di AS yang mengajukan kebangkrutan sepanjang 2024:
- Big Lots
Ritel diskon ini menutup 963 lokasi setelah gagal menjual bisnisnya ke firma ekuitas swasta. Tekanan inflasi dan perubahan preferensi konsumen menjadi faktor penyebab kesulitan keuangan. - Bowflex
Produsen peralatan gym rumahan ini berhasil keluar dari kebangkrutan setelah menjual asetnya senilai $37,5 juta atau sekitar Rp606,5 miliar. Meskipun demikian, perusahaan masih melanjutkan operasionalnya pasca restrukturisasi. - Joann
Sebagai pengecer kain dan kerajinan tangan terbesar di AS, Joann berhasil mempertahankan 850 tokonya meskipun telah berubah status menjadi perusahaan swasta setelah menghadapi tekanan berat. - Party City
Ritel perlengkapan pesta ini terpaksa menutup 700 toko akibat inflasi yang tinggi dan utang sebesar US$800 juta atau sekitar Rp12,9 triliun, yang memberatkan operasionalnya. - Red Lobster
Restoran seafood yang terkenal ini menutup lebih dari 100 lokasi, tetapi berhasil bangkit kembali dengan kepemimpinan baru yang mengarah pada restrukturisasi operasional. - Spirit Airlines
Maskapai penerbangan hemat ini berencana keluar dari kebangkrutan pada awal 2025 setelah melakukan restrukturisasi utang, yang memungkinkan mereka untuk mengurangi beban keuangan dan mengoptimalkan kinerja. - Tupperware
Merek wadah makanan terkenal ini dijual ke firma ekuitas swasta untuk menjaga operasional tetap berjalan. Meskipun menghadapi tantangan, mereka terus berusaha mempertahankan eksistensinya. - Express
Ritel pakaian ini menutup hampir 100 lokasi setelah gagal menarik konsumen dengan produk yang dianggap kurang sesuai dengan kebutuhan pasar saat ini. - LL Flooring
Dulu dikenal dengan nama Lumber Liquidators, perusahaan ini menutup 94 toko, namun berhasil diselamatkan setelah ada pembelian dari firma ekuitas swasta yang berencana melakukan restrukturisasi. - Stoli Group USA
Produsen vodka ternama ini mengalami hambatan akibat serangan siber dan penurunan permintaan, namun mereka terus beroperasi setelah menjalani restrukturisasi internal. - TGI Fridays
Restoran kasual ini mengajukan kebangkrutan setelah menghadapi tantangan berat pasca-pandemi COVID-19. Perusahaan kini tengah mengeksplorasi opsi-opsi strategis untuk bertahan. - True Value
Toko perangkat keras ini menjual operasionalnya ke pesaing karena tekanan dari pasar perumahan yang melemah, yang menyebabkan penurunan penjualan dan keuntungan yang signifikan.
Dampak terhadap Ekonomi dan Pekerja
Berdasarkan data dari firma Challenger Gray & Christmas, kebangkrutan ini turut mengakibatkan PHK massal, dengan lebih dari 14 ribu karyawan kehilangan pekerjaan. Banyak dari mereka yang terdampak bekerja di sektor-sektor yang mengalami pemutusan operasional seperti ritel, restoran, dan penerbangan.
Penutupan lebih dari 7.100 toko juga menggambarkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi sektor ritel, di mana banyak perusahaan tidak dapat bertahan dengan cara lama, terutama karena perubahan pola belanja konsumen yang semakin digital dan cenderung mengurangi pembelian langsung di toko fisik.
Kebangkrutan yang terjadi sepanjang 2024 menunjukkan betapa pentingnya bagi perusahaan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan ekonomi.
Restrukturisasi utang, penutupan lokasi, serta pencarian solusi baru merupakan langkah-langkah yang diambil banyak perusahaan untuk bertahan.
Meskipun kebangkrutan sering dipandang sebagai titik akhir, bagi banyak perusahaan, hal ini justru menjadi langkah awal untuk membangun kembali dan menyesuaikan diri dengan kondisi pasar yang terus berubah.
Masyarakat dan pekerja yang terdampak tentunya merasakan dampak dari kebangkrutan ini, namun ada harapan bahwa dengan restrukturisasi yang dilakukan, perusahaan-perusahaan ini dapat bangkit kembali dan beroperasi dengan lebih efisien di masa depan. **
Leave a Comment