VoN, SEMARANG – Perjalanan inspiratif Cantya Saswita Sukawijaya, menimba ilmu manajemen sepak bola modern hingga ke Eropa.
Di tengah perkembangan industri sepak bola Indonesia yang semakin dinamis, muncul sosok muda yang membawa harapan besar untuk profesionalisasi olahraga ini.
Cantya Saswita Sukawijaya, putri pertama dari CEO PSIS Semarang Yoyok Sukawi, menjadi salah satu nama yang mencuri perhatian.
Dengan bekal pendidikan internasional dan pengalaman yang mumpuni, Cantya siap mengikuti jejak Ratu Tisha, Wakil Ketua PSSI, sebagai pionir perempuan di dunia sepak bola modern Indonesia.
Kecintaan Cantya terhadap sepak bola dimulai sejak kecil. Menghabiskan waktu di stadion bersama sang ayah membuatnya jatuh cinta pada atmosfer olahraga ini, meskipun ia mengakui tidak memiliki kemampuan teknis untuk bermain bola.
“Sejak kecil suka ikut papa ke stadion, vibes-nya ramai, lama-lama seperti ada chemistry dengan sepak bola,” ujarnya saat ditemui VoiceofNusantara di Semarang, Kamis (16/1/2025).
Kecintaan ini mendorongnya mengambil pendidikan yang relevan. Cantya menyelesaikan S1 Double Degree di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan University of Groningen, Belanda.
Ia kemudian melanjutkan S2 di Football Business Academy di Lisbon, Portugal, sebuah institusi ternama yang fokus pada manajemen dan bisnis sepak bola.
Tidak berhenti di sana, Cantya juga sempat magang di Korea Selatan dan menjadi bagian dari panitia pelaksana pertandingan Timnas Indonesia di ajang ASEAN Mitsubishi Electric Cup 2024. Semua pengalaman ini menjadi modal berharga untuk menjalankan misinya memodernisasi PSIS Semarang.

Cantya memiliki visi besar untuk membawa PSIS Semarang menjadi klub yang lebih profesional. Ia bertekad mengadopsi sistem manajemen modern yang ia pelajari di luar negeri ke dalam struktur klub.
“Kalau tidak bisa berkontribusi di sisi teknis, setidaknya aku bisa bikin manajemen yang lebih bagus supaya PSIS lebih profesional,” ungkap Cantya.
Salah satu fokus utamanya adalah memaksimalkan potensi bisnis sepak bola yang belum digarap optimal di Indonesia. Ia menyoroti pentingnya menciptakan pengalaman lebih menyeluruh bagi penonton di stadion, seperti yang dilakukan klub-klub besar di Eropa.
“Di luar negeri, pendapatan dari tiket hanya setengah. Sisanya dari merchandise, makanan, hiburan di stadion, dan event lainnya. Penonton yang datang ke stadion harus mendapatkan pengalaman lebih dari sekadar menonton pertandingan,” jelasnya.
Mengikuti Jejak Ratu Tisha
Cantya mengungkapkan keinginannya melanjutkan studi di FIFA Masters, sebuah program pendidikan elit di dunia sepak bola yang juga pernah diikuti Ratu Tisha. Dengan pengalaman tersebut, ia berharap dapat membawa perubahan lebih besar di industri sepak bola Indonesia.
“Semoga ke depan ada kesempatan belajar di FIFA Masters. Aku ingin menambah perspektif yang lebih luas untuk PSIS dan sepak bola Indonesia secara keseluruhan,” tambahnya.
Sebagai bagian dari manajemen PSIS Semarang, Cantya ingin klub ini tidak hanya bersaing di lapangan, tetapi juga menjadi contoh dalam manajemen modern. Ia berharap PSIS dapat menjadi pionir dalam mengembangkan budaya sepak bola yang lebih profesional di Indonesia.
“Industri sepak bola Indonesia punya potensi besar, terutama dengan basis suporter yang sangat fanatik. Tinggal bagaimana kita mengelola potensi itu dengan strategi yang tepat,” ujarnya penuh semangat.
Cantya Saswita Sukawijaya adalah sosok muda yang membawa harapan baru bagi industri sepak bola Indonesia. Dengan semangat dan visinya yang besar, ia siap menghadapi tantangan untuk membawa PSIS Semarang dan sepak bola Indonesia ke era modern.
Langkah Cantya menunjukkan bahwa perempuan juga bisa mengambil peran penting dalam dunia sepak bola. Dengan dedikasi dan kerja kerasnya, ia berpotensi menjadi tokoh inspiratif seperti Ratu Tisha, sekaligus pelopor perubahan dalam industri sepak bola Tanah Air. (*)
Leave a Comment